Wednesday, May 3, 2017

Aku Punya Bayi (Ummu Syifa Jauza)

Pekan kemarin saya abstain ga nulis. Bulan ini bisa ga ya mereview lima buku.. Sebenarnya saya belum selesai baca buku pekan kemarin. Jadi saya akan mereview buku yang sudah selesai saya baca saja.

Buku ini saya beli saat sedang hamil berdasarkan rekomendasi teman saya Eika Vio.

Waktu itu saya sedang bimbingan skripsi di kampus. Eika juga lagi ada acara di kampusnya yang dekat dengan kampus saya. Jadi kami janjian di Cibiru untuk melakukan transaksi.

Judul: Aku Punya Bayi
Penulis: Ummu Syifa Jauza
Penerbit: Pro-U Media
Tahun terbit: 2009
Jumlah halaman: 183
Dimensi: 13,7 cm X 19,5 cm
Harga: Rp 24.000

Di awal buku ini langsung ada glosarium sebanyak 4 halaman berisi istilah-istilah asing yang akan ditemui dalam isi buku ini.

Membaca ulang buku ini saya jadi bernostalgia saat menjalani proses kehamilan dan melahirkan.

Sungguh menakjubkan cara Allah menciptakan makhluk bernama manusia.
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik." Q.S. Al-Mu'minun[23]: ayat 12-14 (halaman 15)

Dijelaskan pula tentang ilmu kedokteran dengan kecanggihannya mampu melihat perkembangan manusia selama di dalam rahim tersebut. Dan tentu saja tentang proses pembuahan (konsepsi), ovulasi, dll.

Ada juga tentang tanda-tanda kehamilan seperti tidak haid, lelah, lesu, mual, payudara membesar dan tegang. Dilanjutkan dengan pemaparan tes kehamilan.

Jadi ingat dulu satu bulan setelah nikah saya langsung parno saat terlambat haid satu pekan. Waktu nikah saya kan lagi haid hari ke lima. Jadi langsung curiga karena setelah haid kan termasuk masa subur. Tapi waktu itu saya nunggu dulu telat dua pekan baru beli test pack .

Kenapa saya galau? Karena ya saya sama suami kan ga sempat pacaran dulu sebelum nikah. Kalau langsung hamil dan punya anak kan gimana gitu, baru juga mulai menyesuaikan jadi istri, dalam waktu dekat harus menyesuaikan jadi ibu juga. Mana skripsi belum beres.

Kedua calon kakek dan nenek sih senang sekali saat tau akan punya cucu. Saya lalu tersadar bahwa seharusnya saya bersyukur, karena banyak juga teman saya yang sudah lama berumah tangga belum dikaruniai buah hati. Saya hanya bisa berbisik "Let's fight together, aka~chan."

Dan saya punya dua semangat baru dalam mengerjakan skripsi. Biasanya yang mengantar bimbingan skripsi ayah saya atau kalau beliau tidak ada saya diantar oleh supir angkot. Sejak saat itu suami yang menemani plus makhluk kecil di dalam rahim saya.

Keempat dosen pembimbing juga jadi lebih perhatian, selain menanyakan tentang penelitian, mereka juga bertanya apakah saya pusing atau mual, ngidam nggak, dll.

Hal yang paling penting saya pikir ada di halaman 19:
"Intinya, nikmati saja kehamilan Anda agar emosi senantiasa terjaga. Penting bagi ibu hamil untuk dapat selalu menjaga emosi karena apa pun yang dirasakan sang ibu, janin dalam kandungan pun akan ikut merasakannya. Jadi, bergembiralah dengan kehamilan Anda, dan nantikan saat-saat bahagia bersama buah hati tercinta."

Menurut saya bukan hanya untuk ibu hamil sih. Menjaga emosi tetap stabil tetap diperlukan bagi siapapun untuk bisa tetap sehat. Biasanya tubuh yang sakit memang berawal dari pikiran dan emosi yang negatif. Harus berusaha untuk tetap positif.

Saya dulu fine-fine aja walaupun pikiran dipenuhi oleh pengerjaan skripsi. Ya, bisa dibilang seneng lah waktu penelitian. Yang pernah membuat saya stress saat hamil adalah ketika salah satu peliharaan saya meninggal. Saya nangis sehari semalam gak mau makan gara-gara tarantula saya diserbu semut. Setelah prosesi pemakaman untuk salah satu tarantula selesai saya mengalami masa berkabung. Ga mau makan, ga mau ini, ga mau itu. Maunya cuman nangis. Pokonya saya benar-benar tertekan karena kehilangan tarantula yang sudah saya rawat dari mulai sekitar 1 cm saat dia masih sling sampai dia 6 cm, padahal masih bisa tumbuh lebih besar lagi. Untung saya inget sama bayi dalam kandungan dan akhirnya makan juga walaupun ga mau. Udah gitu aja. Ga mau nyeritain lagi tentang tragedi ini

Selanjutnya adalah waktu-waktu menunggu sang buah hati. Pada bab ini dijelaskan mengenai perkembangan bayi, perkembangan ibu, dan tips untuk ibu dari mulai minggu ke-1 sampai minggu 40.

Bab ini sangat membantu saya mengetahui dan membayangkan kondisi bayi saya. Saya juga jadi ga kaget saat muncul perubahan-perubahan pada fisik dan psikologi saya karena sudah dijelaskan apa yang akan ibu alami dan rasakan tiap bulannya selama mengandung. Tipsnya juga sangat bermanfaat.

Lalu di bab 3 ada tentang perawatan kehamilan yang mencakup diet harian, awas obat, banyak jalan-jalan, dan olah raga.

Saat hamil makan saya sangat teratur. Saya dari kecil memang tidak pernah melewatkan sarapan. Tapi makan siang biasanya kadang lupa. Nah di tempat kerja saya sudah disediakan makan siang untuk guru-guru. Kami biasanya makan bersama di ruang guru. Jadi ga pernah lupa lagi. Malah kami suka diberi jatah satu sachet kopi tiap hari, tapi untuk saya spesial karena sedang hamil jadi jatah saya diganti dengan sereal susu. Hihi.

Dan saya biasanya lupa minum obat. Tapi karena suami herbalis jadi dia ga ngomel kalau saya ga makan obat dari bidan. Dia lebih menyarankan vitamin alami dari buah-buahan. Tapi ibu dan mamah mertua yang ngomel kalau ketauan saya ga minum obat. Untunglah kami sudah misah rumah tapi tetap dekat dengan rumah mamah mertua, jadi ga terlalu sering ketauan saya ga makan obat.

Tiap hari saya juga berjalan kaki dari rumah ke sekolah pulang pergi. Saat masuk bulan kedelapan saya juga belum ambil cuti, alasannya ya agar saya tetap rajin jalan kaki. Kalau ga ke sekolah bawaannya males, malah leyeh-leyeh aja. Jadi mending ke sekolah.

Kebetulan kelas saya di lantai 2, jadi harus naik turun tangga juga. Guru-guru dan murid-murid seringkali heboh saat saya naik turun tangga. Tapi saya seringkali terharu saat mereka membawakan laptop dan ransel saya ketika naik turun tangga dan sebagian memapah saya. Padahal saya bisa bawa sendiri dan berjalan sendiri. Ruang dosen tempat bimbingan skripsi juga ada di lantai dua. Hihi. Jadi saya memang merasa lebih produktif kalau melakukan aktivitas di luar.

Di bab 4 ada info penting mengenai puasa saat hamil, hubungan badan, hindari banyak kafein, waspada toksoplasmosis, kurang asam folat sebabkan bayi cacat, dan minyak ikan membantu perkembangan otak.

Saat hamil alhamdulillah saya bisa berpuasa penuh selama bulan ramadhan. Saya memilih untuk puasa karena setelah makan saya muntah-muntah. Jadi mending puasa aja sekalian, ga puasa juga makanan yang saya makan dikeluarkan lagi lewat muntahan kan. Saya merasa lebih kuat berpuasa saat hamil. Tapi saat menyusui saya ga kuat puasa.

Di bab 5 ada hal-hal yang sering dialami saat hamil. Tentang mual-mual, ngidam, sering ke belakang, cairan yang tidak biasa, khawatir dengan berat badan, tendangan pertama, pembengkakan kaki dan tangan, kontraksi, dan sesak napas.

Saya mengalami hal-hal itu kecuali ngidam dan khawatir dengan berat badan. Yang ngidam justru malah suami. Dia suka ngedadak bilang, "Pengen cendol." Atau "Pengen ice cream" dll. Tapi dia males beli ke luar walau ada motor. Ya masa saya yang hamil harus nyariin. Lagian saya belum bisa ngendarain motor. Jarak dari rumah ke jalan raya memang cukup jauh. Jadi kalau mau beli sesuatu paling ke warung deket rumah aja.

Saya juga tidak khawatir dengan berat badan. Dari dulu berat badan saya tidak pernah melebihi 45 kg. Jadi saat hamil dan tiap bulan timbangan naik ga tau kenapa saya merasa senang. Walaupun dua bulan setelah menyusui berat badan saya kembali seperti semula.

Mual dan muntah hanya terjadi saat trisemester pertama. Saya juga jadi sering buang air kecil. Yang paling merepotkan itu saat ngajar saya harus naik turun tangga untuk ke toilet, dan itu beberapa kali. Lalu tiap tengah malam saya bangun karena ingin BAK. Masalahnya toiletnya ada di luar rumah. Jadi harus ke luar tengah malam. Nah rumah kami saat itu berada di tengah perkebunan dengan pohon-pohon rindang, kolam, tapi tidak ada tetangga. Maksudnya rumah-rumah tetangga berada lumayan jauh jaraknya dari rumah kami. Kebayang kan, tengah malam harus ke toilet melewati kebun dan kolam yang gelap sendirian. Awalnya sih sempet dagdigdug. Tapi lama-lama terbiasa juga ke toilet sendiri, tiap hari sih.

Kaki dan tangan saya membengkak. Terasa sekali sakitnya saat pulang sekolah. Pagi-pagi masukin kaki ke sepatu terasa biasa saja. Sorenya saat lepas sepatu nyutnyutan deh karena tiba-tiba sepatu terasa kekecilan. Edema ini mereda setelah saya berbaring sejenak. Tapi kembali lagi setelah pulang ngajar.

Di bab 6 ada tentang semua hal yang harus dibeli atau disiapkan untuk menyambut kehadiran sang buah hati. Sangat detail. Mulai dari pakaian, keperluan tidur, keperluan kebersihan, peralatan tambahan, keperluan bepergian, keperluan menyusui, dll. Dijabarkan dengan sangat lengkap. Hanya saja karena anak saya adalah cucu pertama dari kedua belah pihak, jadi kedua neneknya yang sibuk membeli perlengkapan bayi ini. Saya tidak perlu repot deh. Karena kami belum tahu gendernya apa (setelah dua kali USG posisinya janinnya tidak memungkinkan untuk identifikasi), jadi mereka membelikan warna yang netral.

Di bab ini juga ada tentang menghitung waktu kontraksi, tanda-tanda kelahiran menjelang, dan perlengkapan melahirkan.

Pada bab 7 ada tentang sweet memory: dari parahnya kontraksi sampai melihat buah hati. Menjelang kelahiran kita harus waspada sejak dua minggu sebelum Hari Perkiraan Lahir (HPL). Saat membaca ini saya jadi paham kenapa bidan menanyakan hari pertama haid terakhir. Untunglah saat itu saya ingat, karena saat menikah saya sedang haid hari ke 5. Jadi saya bisa menjawab pertanyaan bidan dengan mudah. Hihi. Kebayang kan, kalau saya ga inget, biasanya emang ga inget. Ternyata ada rumusnya untuk menghitung HPL.

HPL: (Hari Pertama Haid Terakhir - 3 bulan) + 7 hari

Di bab ini dipaparkan pula tentang yang harus ibu lakukan untuk menghadapi persalinan dan tahapan melahirkan. Saya masih ingat hari itu, tanggal 3 Februari 2015. Karena suami harus ke luar kota dari bulan Januari 2015, saya mengungsi dulu sementara di rumah mertua. Banyak yang menyarankan saya tinggal di rumah orang tua saja. Tapi saya harus mengajar, dan berjalan bulak-balik ke sekolah menurut saya adalah olahraga yang baik. Dan saya masih harus memberi makan satu tarantula. Saya baru ambil cuti satu minggu sebelum hari H karena sudah mulai merasakan kontraksi walaupun ternyata banyak kontraksi palsu.

Saat itu pukul satu dini hari. Saya mengalami kontraksi lagi. Saya pergi ke dapur, membuat teh manis hangat. Mamah mertua bangun dan menanyakan apakah perut saya sakit lagi. Saya hanya tersenyum dan mengangguk. Saya tidak mau menyimpulkan terlalu cepat khawatir merepotkan kalau ternyata hanya kontraksi palsu. Tapi saat itu sakitnya beda, saya sampai meringis-ringis. Mungkin mamah memperhatikan perbedaan ekspresi sakit saya dari sebelum-sebelumnya.

Akhirnya mamah membangunkan bapa dan menelpon tetangga untuk meminjam mobil. Kami berangkat ke bidan. Menjelang pagi ibu saya mengirimkan sms. Beliau tiap hari menelpon dan sms saya. Hari itu saya menjawab sedang di bidan. Saya khawatir akan merepotkan karena ibu harus mengajar. Tapi beliau segera sampai di bidan.

Walaupun beliau bekerja, tapi baginya keluarga adalah yang utama. Saat ada hal darurat atau saat saya sakit, beliau meninggalkan pekerjaannya dan merawat saya di rumah. Makanya saya jarang sakit, ga mau sakit.

Hari itu kontraksi saya sangat sering. Saya menghabiskan waktu untuk tilawah dan berjalan-jalan di lorong. Ternyata suami juga dalam perjalanan pulang setelah tau saya di bidan. Rasanya merasa bersalah karena ibu dan suami jadi izin bekerja untuk menemani saya. Tapi sebenarnya saya juga merasa senang, bahagia, dan lebih tenang saat orang-orang yang saya cintai bisa menemani saya pada saat-saat seperti ini. Perjalanan dari luar kota cukup lama. Sekitar pukul 10 malam suami baru sampai di bidan. Bayinya belum keluar juga saat saya sudah dipindahkan ke ruang bersalin. Setelah lebih dari 24 jam pembukaan saya bukannya bertambah, malah berkurang..

Tidak terbayang sakitnya saat itu. Ibu saya terus memegang tangan saya. Dia tidak tidur sedetik pun. Sakit sekali.. Saya hanya bisa terus beristighfar. Sambil meminta maaf pada ibu saya kalau selama ini pernah ada salah. Saya jadi bisa merasakan apa yang ibu saya rasakan saat melahirkan saya. Saya merasa hari itu seperti hari terakhir saya hidup di planet ini. Dalam hati saya menghibur diri sendiri. Kalaupun saya mati hari ini saya mati dalam keadaan syahid. Beruntung sekali kalau saya mati saat proses melahirkan.

Rasa sakit yang bertubi-tubi itu membuat saya meneteskan air mata. Berkali-kali saya meminta maaf pada ibu yang terus memegangi tangan saya. Akhirnya ibu saya meminta kepada bidan untuk merujuk saya ke rumah sakit karena mungkin panggul saya sempit jadi harus dicaesar.

Karena memang sudah lebih dari 24 jam dan tidak ada peningkatan pembukaan,alah berkurang, akhirnya saya dirujuk juga. Waktu itu sekitar jam 6 saya diantar oleh mobil teman suami ke rumah sakit. Di perjalanan, saya merasa seperti ada yang pecah. Sepertinya air ketuban saya pecah. Jok mobil teman suami basah deh.

Saya merasa ngeri harus ke rumah sakit. Saya belum pernah ke rumah sakit. Kalau sakit paling ke dokter saja. Pernah sih ke rumah sakit, tapi buat nengok teman yang sakit. Saya cemas saat memikirkan kalau harus dicaesar. Waktu itu belum punya BPJS. Sayang sekali kalau uangnya dipakai caesar, kalau normal uangnya kan bisa dipakai beli tarantula atau buku. Dan yang paling membuat saya khawatir adalah masa pemulihan caesar lebih lama daripada normal. Jumlah anak juga dibatasi jadi 3 kalau caesar.

Di rumah sakit saya langsung dibawa ke igd. Tangan saya ditusuk jarum infus lagi. Di bidan juga diinfus sesaat sebelum saya pergi ke rumah sakit. Saya tidak pernah membayangkan tangan saya akan ditusuk jarum gitu. Saat dicek lagi pembukaannya di igd... Ajaib! Pembukaan 10! Lengkap! Ko bisa? Saya langsung dibawa ke lantai 2 ruang bersalin.

Di sana hanya boleh ada satu orang yang menunggu. Ibu saya yang ikut masuk. Banyak sekali dokter dan asisten atau perawatnya. Hanya satu orang yang bersembunyi di balik tirai. Mungkin dia mengerti karena hanya dia satu-satunya laki-laki di ruangan itu. Jadi dia sembunyi untuk membuat saya nyaman. Mereka membimbing saya untuk bernapas dan mengejan dengan benar. Ibu saya tetap memegang tangan saya. Itu cukup membuat saya tenang. Para dokter dan bidan menyemangati saya. Kata-kata mereka sungguh positif. Saya pasti bisa. Saya pasti bisa. Bismillah. Tidak membutuhkan waktu lama ketika saya di ruangan itu, bayinya lahir.

Semua dokter/perawat termasuk yang dari tadi sembunyi membawa bayi ke kaca bayi, diberi oksigen, lampu, dll.

Ibu saya langsung pucat dan memegang tangan saya erat sambil berkata “Ga apa-apa Sin." Awalnya saya mengira ekspresi ibu saya seperti itu karena melihat banyak darah yang ke luar. Tapi belakangan saya tau ternyata karena kondisi bayi saya yang tidak menangis saat dilahirkan, dan warnanya yang membiru karena kurang oksigen. Ibu tidak memberitahu saya saat itu karena saya masih harus menjalani proses jahit menjahit.

Sebelum dijahit saya diberikan kain oleh dokter/bidan/asisten entahlah. Saya bertanya buat apa kain ini. Dia bilang buat digigit. Sambil keheranan saya terima saja kain itu dan mengucapkan terima kasih.

Saat mulai dijahit baru saya mengerti maksudnya kain untuk digigit. Rasanya lebih sakit daripada melahirkan sampai-sampai harus bersusah payah menahan untuk tidak teriak dengan menggigit kain itu. Hahaha.

Setelah selesai, dia tersenyum dan mengatakan kalau saya baik. Saya bertanya apa maksudnya. Dokter yang cantik itu tersenyum dan menjawab. Tidak semua ibu yang pernah melahirkan dan dijahit olehnya setenang saya katanya. Ya ga heran sih kalau ada yang teriak-teriak saat melahirkan atau dijahit. Saya juga ngerasa sangat sakit, tapi bisa sedikit menahan teriakan walaupun masih mengaduh dan mengerang.

Saya belum sempat melihat bayi saya. Bayinya harus dibawa ke ruang perawatan karena kondisinya. Tapi saya sempat mendengar dia menangis setelah beberapa saat ditangani sekitar 6 orang. Alhamdulillah kami berdua bisa hidup.

Saya sempat melihat dari kaca ruang bayi saat akan dipindahkan dari ruang bersalin ke ruang perawatan. Dia bersama bayi-bayi lain ditidurkan di box-box terpisah dan disimpan di ruangan dengan kaca sehingga para orang tua dapat melihat mereka.

Setelah beberapa jam dia dibawa ke ruang perawatan untuk saya susui. Saya tidak tahu apakah dia bisa menghisap ASI saya, tapi saya tempelkan saja dia. Saat itu warna kulitnya sudah normal.

Di ruangan itu saya tidak sendiri. Ada beberapa ibu yang lain juga. Tapi saya satu-satunya yang melahirkan dengan normal. Saya berbincang-bincang dengan mereka. Mereka melahirkan dengan caesar tanpa membayar sepeser pun karena pakai BPJS. Tapi ternyata memang benar mereka tidak boleh langsung pulang. Setidaknya sekitar satu bulan harus tetap di sana karena memang proses pemulihannya lama. Saya salut dengan mereka yang melakukan caesar. Buat saya operasi caesar terdengar sangat menyeramkan. Tapi mereka bisa melewati itu.

Besoknya saya sudah boleh pulang. Sebenarnya enak juga tinggal di rumah sakit. Makanan diantar ke ranjang. Ruangan rutin dibersihkan sampai rapi sekali. Tapi bagaimanapun juga lebih nyaman melakukan aktivitas di luar daripada di dalam rumah sakit.

Kembali ke buku ini. Di bab 8 ada penjelasan mengenai pasca melahirkan. Mengalami nifas, rasa nyeri perineum, pembesaran payudara, penurunan berat badan, haid kembali, jamu lancar ASI, Baby Blues Syndrome, kelelahan pasca melahirkan, kesulitan menyusui, trauma melahirkan dan depresi saat mengandung, canggung mengurus bayi, dan pengaruh hormon. Ada juga hal-hal yang dapat dilakukan suami.

Saya bersyukur walaupun suami harus kembali ke luar kota masih ada ibu dan mamah mertua. Karena ini cucu pertama, jadi saya bolak-balik ke rumah mertua dan orang tua. Saya dapat semangat dari mereka.

Saya belajar mengurus bayi, memandikan, menidurkan, dll selama dua bulan sebelum ikut suami ke luar kota. Sebenarnya di buku ini sudah ada tentang cara mengurus bayi yang dijelaskan dengan sangat lengkap.  Tapi saya ingin membiarkan kedua kakek dan neneknya untuk sedikit lebih lama bersama cucu pertama mereka. Awalnya mereka tidak mengizinkan saya langsung ikut suami. Tapi akhirnya diizinkan juga.

Sayatau sosok nenek dan kakek dibutuhkan. Saya juga merasa terbantu karena nenek atau kakeknya bisa mengasuh cucu sementara saya bisa melakukan aktivitas lain. Tapi bagaimanapun juga saya pikir anak ini lebih membutuhkan ayahnya. Sosok yang paling dibutuhkan seorang anak adalah ibu dan ayah. Saya ingin anak ini bisa dekat dengan saya dan ayahnya. Kalau saya tetap tinggal kemungkinan besar bonding saya dengan anak ini akan jauh karena saya bisa bekerja kembali dan menitipkan anak pada neneknya. Anak ini juga akan jarang bertemu dengan ayahnya.

Berdasarkan pertimbangan itu, mau tidak mau saya harus siap mengurus anak dan suami, jauh dari orang tua dan mertua. Ini tidak terlalu buruk. Awalnya saya memang merasa kewalahan, bosan, dan tertekan. Tapi lama-lama saya jadi terbiasa mengurus sendiri pekerjaan rumah tangga. Tentu saja saya juga bekerja sama dengan suami. Kami berbagi tugas di rumah. Sekarang saya sudah bisa mengajar kembali. Tentu saja saya hanya menerima tawaran dari sekolah yang membolehkan membawa anak ke kelas. Mungkin terkesan tidak profesional. Tapi saya memutuskan profesi utama saya sekarang adalah ibu rumah tangga. Yang lainnya hanya sampingan. Ibu saya mengajarkan keluarga adalah yang utama. Ijazah saya tidak sia-sia karena saya bisa menerapkan ilmu itu pada anak saya. (Intinya ini menghibur diri sendiri, hahah.)

Pokoknya buku ini lengkap, dibahas juga tentang hal-hal yang berkaitan dengan bayi, tentang ASI, tentang imunisasi, tentang pijat bayi, dll. Recomended buat para calon ibu apalagi yang sedang menjalani kehamilan pertama.

Yang pasti menjadi seorang ibu adalah hal yang keren. Apapun cara yang dipilih oleh seorang ibu, mau melahirkan normal/caesar, ASI/sufor, imunisasi/tidak, bekerja/tidak, dll tetap saja tujuan utamanya adalah untuk memberikan kasih sayang pada anaknya. Setiap ibu punya cara dan pilihannya masing-masing yang sesuai dengan dirinya dan anaknya. Jadi saya kurang suka membandingkan kondisi seorang ibu dengan ibu lainnya. Saya juga kurang suka membandingkan kondisi seorang anak dengan anak lainnya. Tiap ibu punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Tiap anak juga punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Yang penting ibu harus bisa membahagiakan diri sendiri agar anak dan suami bisa merasakan aura bahagianya sehingga tentram dan tenanglah seisi rumah. Mari bahagia ibu-ibu. ;)





6 comments:

  1. salah satu buku panduan saat hamil anak pertama sampai kedua.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, setelah baca lagi buku ini saya jadi pengen mulai program anak kedua. Hihi.

      Delete
  2. Suka banget sama tarantula ya Mba'? Sampai-sampai biayanya mau buat beli tarantula,haha.
    Bukunya lengkap banget ya, kalau dulu pas hamil anak pertama saya tahu info buku ini, mungkin saya akan beli. Kalo sekarang belum dulu, masih mau narik napas abis lahiran anak kedua

    ReplyDelete
  3. Suka bangeeeeet. Hehe. Udah pada punya dua anaknya ya. Pengen nambah anak saya juga, tapi masih mikir-mikir. Hihihi. Selamat atas kelahiran anak keduanya ya. Semoga ibu dan anaknya sehat selalu. :D

    ReplyDelete
  4. Subhanallah Mba kalo saya gakuat puasa pas hamil, semoga kita sehat selalu ya aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, waktu hamil jadi bisa tamat sebulan. Tapi waktu menyusui kerasa banget lemesnya sampai saya sakit. Jadi waktu menyusui batal puasanya banyak banget sampai 16 hari. Hihi. Aamiin. Harus tetap sehat,pasti kita bisa sehat insya Allah. :)

      Delete