Tuesday, September 28, 2021

Pernikahan yang Tak Sempurna (Rika Subana)



Don't judge the book just from the cover. Dulu awalnya mengira novel ini tuh genre romance semata. Sampai penulisnya share link beberapa chapter dan saya membacanya.

Lalu, akhirnya saya penasaran dong kelanjutannya seperti apa. Karena ternyata ceritanya membuat radar detektif di otak ini berbunyi. Saat awal-awal sempat kaget, lho kok horror sih. Hihihi. Iya, beberapa bagian di novel ini ada yang bikin bulu kuduk meremang. Apalagi kalau membacanya tengah malam dalam kondisi hanya diri sendiri yang masih terjaga.

Tapi ternyata bukan horror, melainkan lebih ke bahasan psikologis. Saya jadi belajar banyak tentang penyakit-penyakit jiwa seperti PTSD, somatoform, dan obat-obatan untuk meredam gangguan kejiwaan pasien. 

Anatomi buku:

Judul: Pernikahan yang Tak Sempurna
Penulis: Rika Subana
Penerbit: KataDepan
Tahun terbit: 2018
Jumlah halaman: viii + 304
Dimensi: 13 x 19 cm
Harga normal: Rp 75.000

Novel ini bercerita tentang As Satria yang merupakan seorang guru agama di Sekolah Dasar yang dijodohkan dengan Neng Alysha. Satria adalah tokoh utamanya dengan sudut pandang orang pertama. Ternyata ada sesuatu yang sangat penting yang baru diketahui oleh Satria tentang istrinya yaitu penyakit jiwa yang diidap Alysha. Dan dia baru mengetahui hal itu setelah menikah. Jalan cerita menjadi seru saat Satria memutuskan untuk mempertahankan pernikahannya padahal dia punya alasan kuat menceraikan Alysha dan kembali pada sang mantan. 

Menariknya, di saat banyak kasus wanita normal yang kebanyakan jadi mengalami gangguan jiwa setelah menikah, ini kebalikannya. Seorang wanita gangguan jiwa menikah, lalu menuju perjalanan sembuh. 

Aksi heroik Aa Satria untuk melindungi Neng Alysha dari orang-orang yang berniat jahat, meski tidak serumit rintangan Kenshin melindungi Kaoru, sungguh manis. Karena yang dilindungi adalah jiwa seorang istri untuk bisa memulihkan penyakit PTSDnya. So sweet banget kan ya. Realitasnya kondisi psikis wanita yang memang rentan terguncang.

Isu gangguan jiwa di sini menurut saya bagus untuk menyadarkan setiap pasangan suami istri betapa pentingnya jiwa yang sehat. Dan bukanlah sebuah aib saat kita meminta bantuan pada ahlinya saat kita merasa punya penyakit jiwa. 

Setahu saya salah syarat utama seorang hadanah atau pengasuh anak adalah sehat jiwanya. Anak berhak memiliki ibu yang sehat jiwanya. Dan itu juga merupakan tugas ayah untuk menjaga kesehatan jiwa dan raga ibu dari anak-anaknya.

Kembali ke novel, penulis menyajikan konflik yang membuat pembaca penasaran membaca chapter selanjutnya karena ada beberapa misteri yang harus dipecahkan oleh pembaca. 

Tokoh yang paling saya suka di buku ini adalah Uwa Soleh. Beliau adalah orang yang sangat bijaksana dalam memberi nasihat. Beliau hanya memberi nasihat saat diminta saja dan kebanyakan nasihatnya berasal dari ayat-ayat Qur'an dan hadist. Jadi nyes gitu pas baca nasihat-nasihatnya tuh.

Saya mau mengutip salah satu nasihat Uwa Soleh yang merupakan wejangan dari KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di halaman 222,

Jika Allah memudahkan bagimu mengerjakan salat malam, janganlah memandang rendah orang-orang yang tidur.

Jika Allah memudahkan bagimu melaksanakan puasa, janganlah memandang rendah orang-orang yang tidak berpuasa dengan tatapan menghinakan.

Jika Allah memudahkan bagimu membuka pintu untuk berjihad, janganlah kamu memandang rendah orang yang tidak berjihad dengan pandangan meremehkan.

Jika Allah memudahkan dirimu dalam mengais rezeki bagimu, jangan memandang rendah orang-orang yang berutang dan kurang rezekinya dengan pandangan yang mengejek dan mencela karena itu semua adalah titipan Allah, yang suatu hari akan kau pertanggungjawabkan.

Jika Allah memudahkan pemahaman agama bagimu, janganlah meremehkan orang-orang yang belum paham dengan pandangan Hina.

Jika Allah memudahkan ilmu bagimu, janganlah kamu sombong dan bangga diri karena Allah-lah yang memberimu pemahaman itu.

Orang yang tidak mengerjakan qiyamulail, tidak puasa, tidak berjihad, berutang, miskin ilmu, bisa jadi malah mereka lebih dekat kepada Allah, dibandingkan dengan dirimu.

Terakhir, Aku pikir novel ini mengingatkanku bahwa di dunia ini tidak ada pernikahan yang sempurna. Bahkan pernikahan sekelas nabi dan rasul pun pasti pernah ada konflik bukan. Sesempurna apapun kita melihat pernikahan seseorang, pasti ada konflik di dalamnya yang tidak kita tahu. Tinggal bagaimana menyikapi setiap konflik dalam rumah tangga masing-masing saja.

Seperti nasihat Uwa Soleh di halaman 275,

Bahagia itu bukan dengan mengharapkan orang lain berbuat baik kepada kita. Semakin kita berharap orang lain untuk berbuat baik, kita akan semakin enggak bahagia, terlebih saat harapan kita tidak terkabul dari orang itu

Jika hati kita tetap baik, jika pikiran kita tetap baik, jika akhlak kita tetap baik, Insya Allah, kita akan bahagia dengan sendirinya.

Btw, cerita novel ini masih bisa dilanjutkan kayaknya. Karena Alysha masih harus minum obat-obatan dari psikiaternya dan masih harus rutin kontrol juga. Lalu apakah mantannya Satria benar-benar sudah kapok tidak mengganggu lagi? Dan tentu saja cerita kehamilan Alysha. Di akhir novel ini Alysha akhirnya hamil. Gimana pengaruh hormon saat hamil pada kondisi psikologisnya? Terus apakah setelah nanti melahirkan Alysha bisa bebas dari baby blues atau PPD gitu? Wkwkwk, penasaran karena kondisi kejiwaan wanita biasanya terguncang saat masa-masa seperti itu kan ya.

Dan para pelaku yang sengaja mengguncang kejiwaan Alysha agar sakit jiwanya bertambah parah juga gimana kabarnya? Apakah mereka sudah benar-benar sadar? Karena sepertinya mereka mengidap gangguan jiwa yang lebih parah daripada Alysha. Iya, hasad kan merupakan salah satu penyakit hati. 🤭